Nikah mut’ah, adalah nikah untuk sementara waktu, misalnya : tiga hari, seminggu, sebulan, dsb, dengan imbalan tertentu.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: كُنَّا نَغْزُوْ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص لَيْسَ مَعَنَا نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: اَلاَ نَخْتَصِى؟ فَنَهَانَا عَنْ ذلِكَ، ثُمَّ رَخَّصَ لَنَا بَعْدُ اَنْ نَنْكِحَ اْلمَرْأَةَ بِالثَّوْبِ اِلَى اَجَلٍ. ثُمَّ قَرَأَ عَبْدُ اللهِ { ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تُحَرّمُوْا طَيّبَاتِ مَا اَحَلَّ اللهُ لَكُمْ. المائدة:87 }. احمد و البخارى و مسلم
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Kami pernah berperang bersama Rasulullah SAW dan tidak ada wanita yang berserta kami. Kemudiankami bertanya, “Tidakkah (sebaiknya) kami berkebiri saja ?”. Maka Rasulullah SAW melarang kami dari yang demikian itu, kemudian beliau memberi keringanan kepada kami sesudah itu, yaitu dengan cara mengawini wanita sampai batas waktu tertentu dengan(imbalan) pakaian, lalu Abdullah bin Mas’ud membaca (firman Allah), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang dihalalkan Allah atas kamu”. (QS. Al-Maidah : 87) [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: اِنَّمَا كَانَتِ اْلمُتْعَةُ فِى اَوَّلِ اْلاِسْلاَمِ. كَانَ الرَّجُلُ يَقْدُمُ اْلبَلْدَةَ لَيْسَ لَهُ بِهَا مَعْرِفَةٌ. فَيَتَزَوَّجُ اْلمَرْأَةَ بِقَدْرِ مَا يَرَى اَنَّهُ يُقِيْمُ فَتَحْفَظُ لَهُ مَتَاعَهُ، وَ تُصْلِحُ لَهُ شَأْنَهُ حَتَّى نَزَلَتْ هذِهِ اْلآيَةُ: اِلاَّ عَلى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ. فَكُلُّ فَرْجٍ سِوَى هُمَا حَرَامٌ. الترمذى
Dan dari Muhammad bin Ka’ab dari Ibnu Abbas, ia berkata :Sebenarnya kawin mut’ah itu hanya terjadi pada permulaan Islam,yaitu seseorang datang ke suatu negeri dimana ia tidak memiliki pengetahuan tentang negeri itu, lalu ia mengawini seorang wanita selama ia muqim (di tempat itu), lalu wanita itu memelihara barangnya dan melayani urusannya sehingga turunlah ayat ini(Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang merekamiliki). (QS Al-Mukminuun : 6). Ibnu Abbas berkata, “Maka setiap persetubuhan selain dengan dua cara itu (nikah dan pemilikan budak) adalah haram”. [HR. Tirmidzi]
عَنْ عَلِيٍّ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص نَهَى عَنْ نِكَاحِ اْلمُتْعَةِ وَ عَنْ لُحُوْمِ اْلحُمُرِ اْلاَهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ. و فى رواية: نَهَى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَ عَنْ لُحُوْمِ اْلحُمُرِ اْلاِنْسِيَّةِ. احمد و البخارى و مسلم
Dari Ali RA, bahwasanya Rasulullah SAW melarang nikah mut’ahdan daging himar jinak pada waktu perang Khaibar. Dan dalam saturiwayat (dikatakan), “Rasulullah SAW melarang kawin mut’ah padamasa perang Khaibar dan (melarang makan) daging himar piaraan”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلاَكْوَعِ قَالَ: رَخَّصَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فِى مُتْعَةِ النِّسَاءِ عَامَ اَوْطَاسٍ ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ. ثُمَّ نَهَى عَنْهَا. احمد و مسلم
Dari Salamah bin Akwa’, ia berkata, “Rasulullah SAW memberikeringanan (hukum) kepada kami untuk kawin mut’ah pada tahunperang Authas selama tiga hari, kemudian ia melarangnya”. [HR. Ahmad dan Muslim]
عَنْ سَبُرَةَ اْلجُهَنِيِّ اَنَّهُ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ ص فَتْحَ مَكَّةَ، قَالَ: فَاَقَمْنَا بِهَا خَمْسَةَ عَشَرَ، فَاَذِنَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فِى مُتْعَةِ النِّسَاءِ. وَ ذَكَرَ حَدِيْثَ اِلَى اَنْ قَالَ: فَلَمْ اَخْرُجْ حَتَّى حَرَّمَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص.احمد و مسلم
Dari Saburah Al-Juhaniy, bahwa sesungguhnya ia pernah berperangbersama Rasulullah SAW dalam menaklukkan Makkah. Saburahberkata, “Kemudian kami bermuqim di sana selama lima belas hari,lalu Rasulullah SAW mengizinkan kami kawin mut’ah”. Dan iamenyebutkan (kelanjutan) hadits itu. Selanjutnya Saburah berkata, "Maka tidaklah kami keluar hingga Rasulullah SAWmengharamkannya”. [HR. Ahmad dan Muslim]
و فى رواية: اِنَّهُ كَانَ مَعَ النَّبِيِّ ص فَقَالَ: ياَيُّهَا النَّاسُ، اِنِّى كُنْتُ اَذِنْتُ لَكُمْ فِى اْلاِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَ اِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ اِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخْلِ سَبِيْلَهُ، وَ لاَ تَأْخُذْوْا مِمَّا آتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْئًا. احمد و مسلم
Dan dalam satu riwayat (dikatakan) : Bahwa sesungguhnya Saburahpernah bersama-sama Nabi SAW, lalu beliau bersabda, “Haimanusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu kawinmut’ah, dan bahwasanya Allah benar-benar telah mengharamkan halitu sampai hari qiyamat, maka barangsiapa yang masih ada suatuikatan dengan wanita-wanita itu hendaklah ia lepaskan dan janganlahkamu mengambil kembali apa-apa yang telah kamu berikan kepadamereka itu sedikitpun”. [HR. Ahmad dan Muslim]
و فى رواية عنه: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص فِى حَجَّةِ اْلوَدَاعِ نَهَى عَنْ نِكَاحِ اْلمُتْعَةِ. احمد و ابو داود
Dan dalam riwayat lain dari Saburah (dikatakan), “Bahwasanya Rasulullah SAW pada waktu haji Wada’ melarang kawin mut’ah”.[HR. Ahmad dan Abu Dawud].
Nikah tahlil, ialah seorang laki-laki menikahi wanita dengan niat akan menceraikannya setelah mencampurinya agar wanita itu bisa menikah kembali dengan bekas suaminya yang telah menthalaqnya tiga kali. Maka laki-laki tersebut disebut Muhallil, adapun bekassuami/istri yang menghendaki demikian disebut Muhallal lahu.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمُحَلِّلَ وَ اْلمُحَلَّلَ لَهُ. احمد و النسائى و الترمذى و صححه
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat muhallil(yang menghalalkan) dan orang yang dihalalkannya”. [HR. Ahmad,Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi mengesahkannya].
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلاَ اُخْبِرُكُمْ بِالتَّيْسِ اْلمُسْتَعَارِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: هُوَ اْلمُحَلِّلُ، لَعَنَ اللهُ اْلمُحَلِّلَ وَ اْلمُحَلَّلَ لَهُ. ابن ماجه
Nikah Syighar
عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص نَهَى عَنِ الشِّغَارِ. وَ الشِّغَارُ اَنْ يُزَوِّجَ الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى اَنْ يُزَوِّجَهُ ابْنَتَهُ وَ لَيْسَ بَيْنَهُمَا صَدَاقٌ. الخمسة، لكن الترمذى لم يذكر تفسير الشغار. و ابو داود جعله من كلام نافع. و هو كذلك فى رواية احمد و البخارى و مسلم
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ الشِّغَارِ. وَ الشِّغَارُ اَنْ يَقُوْلَ الرَّجُلُ: زَوِّجْنِى ابْنَتَكَ وَ اُزَوِّجُكَ ابْنَتِى، اَوْ زَوِّجْنِى اُخْتَكَ وَ اُزَوِّجُكَ اُخْتِى. احمد و مسلم
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Sedang nikah syighar yaitu, seorang laki-laki berkata, “Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, dan aku akan menikahkan kamu dengan anak perempuanku, atau nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu dan aku akan menikahkan kamu dengan saudara perempuanku”. [HR. Muslim]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ شِغَارَ فِى اْلاِسْلاَمِ. مسلم
No comments:
Post a Comment