Miris kita melihatnya. Ada sekelompok jama’ah kaum muslimin yang mengklaim bahwa dakwah itu mesti sesuai dengan cara mereka, kalau tidak ikut cara mereka maka seolah-olah tidak disebut dakwah atau tidak sempurna, dengan melakukan “khuruj” sekian dan sekian lama, dengan waktu tertentu yang dibatasi tanpa dalil syar’i.
Dengan menjadikan India, Pakistan dan Bangladeh sebagai marja’ dan sumber cahaya, karena ideologi “khuruj” itu muncul dari mimpi sang pendirinya. Berangkat dari situ tumbuhlah sebuah “budaya kepercayaan” ditengah mereka bahwa kalau yang sudah “khuruj” sekian dan sekian bulan atau sekian tahun maka sudah afdhol, sudah hebat, sudah maasya’ Allah, layak disebut Ustadz, dan seterusnya.
Padahal tak jarang didapati di lapangan realita tidak sedikit diantara mereka yang sudah “Khuruj” sekian bulan atau sekian tahun bahkan sudah sampai ke India Pakistan Bangladesh namun rukun Syahadat dan ushul aqidah tak tahu sama sekali, rukun dan syarat sah shalat pun tak tau, apalagi manasik haji dan umroh, lebih tidak tahu lagi, sebab kalau ada rizqi dari Allah, kebanyakan diantara mereka (walau tidak semua) bukan Haji atau Umroh yang mereka lakukan, tapi “Khuruj” ke India Pakistan Banglades (mumpung ada tiket promo).
Alasannya karena Haji dan Umroh untuk amal sendiri, sedangkan “dakwah” versi mereka adalah untuk ummat, padahal Haji itu adalah rukun Islam ke lima dan Umroh adalah ibadah suci yang diperuntukkan Allah Ta’ala. Demikianlah fakta yang saya alami semasa masih berpelukan dengan Jama’ah ini.
Bersamaan dengan itu, jama’ah ini hampir dan hampir tidak pernah berbicara dan membahas masalah Jihad dengan segala konsepnya. mereka tak pernah akrab dengan bahasan seputar jihad. jihad dalam arti qital. Seolah Jihad itu adalah sesuatu yang tabu diantara mereka. Padahal kehidupan Rasulullah dan para Sahabat Radhiyallahu’anhu jamii’an yang terukir dalam sejarah adalah diwarnai dengan Jihad Fii Sabiilillah, karena Jihad bagian dari dakwah dan merupakan puncak keislaman seseorang.
Namun begitu, didapati di lapangan bagi yang berhadapan dengan realita bahwa disana ada individu-individu atau oknum-oknum dari kelompok ini yang bersikap moderat, netral, tidak Jumud dan tidak terbelenggu sikap ‘ashobiyah hizbiyah (fanatik kekelompokan), diantara mereka ada yang mencari Ilmu, bersikap lapang dada dan legowo terhadap saudara-saudaranya yang tidak berjalan bersama mereka. Ya, walau tidak sedikit pula yang terbelenggu dengan sikap jumud dan berkubang pada kejahilan yang berkepanjangan. Bahkan berangkat dari kejahilan itu, tidak jarang mereka memicu konflik disejumlah tempat dan mengedepankan emosi dengan main fisik, wal-‘iyaadzu billah.
Demikianlah realita. Namun, mereka adalah saudara-saudara kita dalam konteks lebih umum, kita disatukan oleh mereka dalam satu kalimat “Laa Ilaaha Illallah”, walau kebanyakan dari keompok ini tak tahu atau bisa dibilang TIDAK MAU TAHU akan konsekuensi (syarat-syarat) dari kalimat “Laa Ilaaha Illallah” itu. Allahu A’lam.
Ada lagi sekelompok jama’ah, namun seakan fobi (antipati) bila bicara mengenai Jihad. Kalau ada pembahasan Jihad serta merta mereka antipati dan mengidenitifikasi bahwa itu adalah “teroris”, “khawarij”, “jihadi irhabi”, dan tuduhan-tuduhan kotor lainnya yang menyesakkan dada dan terlalu berlebihan. Bahkan anggapan mereka kalau bisa buru-buru dilaporkan ke Densus 88, lalu densus 88 pun menangkap muslim TERDUGA “teroris” dengan menjadikan Mushaf Al-Qur’an, Jilbab dan cadar sebagai bukti ke-terorisan-nya. Na’udzubillah. Saking semangatnya memburu “teroris”, orang tak bersalah pun ditangkap bahkan di tembak mati. pelanggaran Hak Asasi Manusia pun terjadi, namun tak satupun diantara mereka yang meneriaki. Sampai-sampai para aktivis Islam dan anak-anak ROHIS di SMA-SMA yang aktif mengaji pun dicurigai sebagai bibit-bibit “teroris”. Demikianlah keterpurukan ilmu dan peranan yang melanda negeri ini. Ya, semua itu bermuara dari kejahilan dan bencana rohani.
Setiap pembahasan mengenai jihad secara terpaksa mesti di kaitkan dengan aksi teror seperti nge-bom dan semisalnya. Padahal nge-bom tempat-tempat maksiat atau tempat kekufuran di negeri ini tanpa qawa’id syar’i itu juga bukan bagian dari Jihad, namun justru mencoreng kesucian syari’at Jihad, walau hal itu mereka lakukan berangkat dari semangat Jihad itu sendiri meski keliru dalam prakteknya, namun semangat itu perlu dihargai dan kesalahan aplikasinya perlu diluruskan. Ingat, diluruskan! Bukan disudut-sudutkan demi kepentingan-kepentingan para “juragan”.
Na’am, pada intinya, mesti diketahui, Jihad sebagai satu amalan besar dan penting dalam Islam dengan keutamaannya yang sangat banyak sekali yang tentunya menjadi harapan dan cita-cita seorang muslim. Oleh karena itu, sangat penting sekali setiap muslim mengetahui pengertian, ketentuan dan hukum-hukum serta syarat-syarat jihad yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta atsar para Salaful Ummah.
Perhatikan ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an yang memerintahkan Jihad Fii Sabiilillah, Allah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah ayat 36)
Dalam ayat ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa Allah memerintahkan kita untuk memerangi orang-orang musyrik, sebagaimana mereka telah memerangi orang-orang yang beriman.
Allah berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah ayat 216)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa perang adalah hal yang dibenci oleh umat muslim, akan tetapi karena hal tersebut merupakan perintah wajib dari Allah untuk berperang maka wajib pula kita lakukan. Dijelaskan pula bahwa bisa jadi itu (perang) adalah hal yang sangat kita benci tapi itu adalah baik bagi kita dalam pandangan Allah.
Jika kita implikasikan pada realitas kehidupan kita saat ini, bisa jadi saat ini kita tidak berperang mengangkat senjata, akan tetapi perang pemikiran dan politik terus berlangsung setiap saat. Dan musuh-musuh Islam senantiasa mengarahkan amunisinya kepada kita. Tentu kita merasa lebih nyaman berdakwah sekedar amar ma’ruf, masyarakat mempersilakan dengan wajah manis, tanpa memusuhi. Tapi tidak begitu sejarah Nabi. Tersebab dakwahnya mengguncang sendi-sendi ekonomi, politik dan kekuasaan kaum jahiliyah, mereka pun memusuhi dakwah. Perang tak terhindarkan. Dan umat Islam harus siap jihad, meski ia tidak disukai. Tapi yakinlah, dalam ketidaksukaan itu ada banyak kebaikan. Jihad fi sabilillah hanya melahirkan dua hal; menang dengan membawa ghanimah dan kekuasaan atau mati sebagai syahid beroleh surga.
Allah berfirman:
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
(QS. At-Taubah ayat 41)
Dalam ayat ini dikuatkan kepada kita bahwa dalam keadaan apapun; berat-ringan, mudah-susah, ada dana-atau tidak, jihad harus tetap berlanjut dengan harta dan jiwa kita. Kata-kata ini bukan perintah dari orang tua kita atau perintah dari bos kita atau perintah dari manusia yang serba kekurangan tapi ini adalah perintah dari Zat Yang Menggenggam jiwa-jiwa kita, Yaitu Allah Jalla Wa ‘Ala, lalu apalagi yang kita tunggu…??
Dan tahukah anda bahwa kemerdekaan negara Indonesia ini pun juga diraih diantaranya dengan JIHAD ??
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pasca kemerdekaan, Indonesia mengalami cobaan berat, tentara sekutu yang didalamnya ada tentara Kafir Belanda mendarat di Jakarta, mereka hendak melakukan penjajahan ulang terhadap rakyat Indonesia dan mengganggu kemerdekaan Indonesia.
Lalu, atas saran Jendral Sudirman, Bung Karno diminta mengirim utusan khusus kepada Ra’isul ‘Aam Nahdhatul Ulama (NU) Hadratusy Syaikh Kyai Haji Hasyim Asy’ari di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur dengan tujuan meminta fatwa KH.Hasyim Asy’ari tentang hukumnya berjihad membela negara. KH.Hasyim Asy’ari lantas memanggil KH.Wahab Hasbullah dari Jombang, Kyai Wahab diminta mengumpulkan ketua-ketua NU se-Jawa dan se-Madura untuk membahas persoalan ini dan shalat istikhoroh.
Setelah melalui diskusi yang cukup panjang dan mendengarkan hasil istikhoroh para Kyai NU, esok siangnya tanggal 22 oktober 1945 pertemuan menghasilkan 3 rumusan penting yang kemudian dikenal dengan istilah “RESOLUSI JIHAD NU” yang isinya:
- Setiap muslim baik tua maupun muda dan miskin sekalipun, wajib memerangi orang-orang kafir yang merintangi Kemerdekaan Indonesia.
- Pejuang yang mati dalam perang melawan kafir penjajah demi kemerdekaan Indonesia layak disebut Syuhada.
- Warga Indonesia yang memihak pada Kafir Belanda dan penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, dan oleh karena itu ia harus dihukum mati.
Lalu, dokumen resolusi jihad ini ditulis dalam huruf Arab Jawa dan ditandatangani oleh Kyai Haji Hasyim Asy’ari lalu disebarluaskan ke jaringan pesantren tak terkecuali kepada komandan-komandan laskar Hizbullah dan Sabilillah di seuruh penjuru Jawa dan Madura. Hanya berselang tiga hari pasca resolusi jihad dicetuskan, 6000 tentara sekutu mendarat di Tanjung Perak Surabaya dengan persenjataan lengkap. Mendengar kedatangan pasukan kafir penjajah ribuan santri dan kyai dari penjuru Jawa Timur bergerak menuju Surabaya, situasi pun memanas dan cenderung tak terkendali. Resolusi Jihad NU telah memompa semangat perlawanan rakyat dan memicu pertempuran hebat selama 3 hari di Surabaya tanggal 27,28,29 oktober 1945.
Tentara kafir Inggris kewalahan menghadapi perlawanan rakyat Jawa Timur. Sampai pasca terjadi gencatan senjata insiden berdarah pun terjadi; kafir penjajah kehilangan dua jendral terbaiknya yang tewas ditangan para pejuang kemerdekaan. Sampai jatuh korban di fihak indonesia 60.000 tentara, para santri, laskar, sukarelawan dan rakyat Surabaya, gugur sebagai Syuhada. Tanpa resolusi jihad NU tidak akan ada peristiwa heroik 10 november 1945.
Pasukan terdepan yang bertempur disurabaya:
- Laskar Hizbullah, dipimpin Kyai Haji Zainul Arifin.
- Laskar Sabilillah, dipimpin Kyai Haji Masykur.
- Barisan Mujahidin, dipimpin Kyai Haji Wahab Hazbullah.
- PETA, separoh batalionnya dipimpin para Kyai NU.
- Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Namun, cukup disayangkan, resolusi jihad NU 22 oktober 1945 kurang mendapat tempat dalam sejarah resmi indonesia. Ada upaya untuk menghilangkan jejak peran para santri dan kyai dalam perjuangan kemerdekaan. Hal ini diduga terkait dengan kebijakan rasionalisasi dan modernisasi TKR yang mengakibatkan para milisi terdepak dari TKR.
Meski kecewa, tapi para pejuang NU tetap setia dengan resolusi jihad membela kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah fakta yang terukir dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan itu diraih dengan RESOLUSI JIHAD. Meski dalam konteks ini Jihad membela tanah air. Namun yang di lawan adalah kaum kaafir yang menjajah.!
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ, تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?” (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Ash-Saff ayat 11)
Muncul pertanyaan; lah mengapa anda sendiri tidak berjihad ? Mengapa masih disini bahkan asyik internetan ?
Jawabannya; ya jelas saya masih disini, jihad lewat tulisan selama Allah beri kemapuan dan kesempatan. Gimana mau jihad, lah wong kalau mau Jihad saja langsung di anggap “teroris”. Mau jihad bareng Ulil Amri lah Ulil Amrinya sendiri anti Jihad, bahkan menganggap Jihad itu bagian dari ideologi teroris. Gimana dong ? Jangankan mau pergi Jihad, dakwah tentang Jihad saja langsung di awasi densus 88, gimana mau jihad ? Padahal dakwah kesesatan, pemurtadan, krsitenisasi, seminar-seminar organisasi gereja dan missionaris tak dianggap teroris, meski hakikatnya itu adalah TERORIS SEJATI. Dan tak ada densus 88 yang mengawasi. Malah justru perayaan-perayaan kafir di gereja di jaga dan diamankan oleh “Ulil Amri” !!??
Allahu A’lam.
No comments:
Post a Comment